\u201cOrang Jakarta itu banyak gaya\u201d<\/p>\n
Itu kata-kata yang sempat terlontar dari Budi*, teman saya yang tinggal di Pekanbaru.<\/p>\n
Apakah itu benar ?<\/p>\n
Dengan segala macam hingar-bingar kehebohan kota Jakarta, tentu saja segala tren di Indonesia bermula dari Jakarta. Apakah itu mobil keluaran terbaru ataupun gadget<\/em> terbaru, biasanya orang Jakarta yang lebih dahulu memilikinya. \u00a0Saya mempunyai salah seorang teman kuliah yang ternyata adalah pemilik iPhone X\u00a0 pertama di Indonesia.<\/p>\n Dengan gaya hidup seperti gambaran di atas, terkadang hasrat untuk memiliki barang terbaru tidak terelakkan. Bahkan beberapa orang memilih untuk berhutang demi mendapatkan barang tertentu. Bahkan saat ini banyak sekali tawaran kredit dengan mudah bisa didapatkan, dari kartu kredit hingga Kredit Tanpa Agunan (KTA).<\/p>\n <\/p>\n Kisah lainnya datang dari sebut saja Andreas*, orang Jakarta. Andreas dan istri bekerja dengan gaji yang besar namun kondisi cashflow <\/em>minus! Biasanya kalau sampai kondisi keuangan minus, berarti ada cicilan utang yang harus dibayarkan setiap bulannya dalam jumlah besar. Tetapi setelah dianalisa lebih lanjut, pembayaran cicilan hutang bulanan masih dalam batas wajar. Masalah justru timbul di pos pengeluaran rutin.<\/p>\n Andreas \u00a0memiliki biaya operasional keluarga yang kelewat besar karena tidak bijaksana melakukan pembelian kebutuhan rumah tangga. Contohnya, ketika anaknya seringkali batuk pilek dan bolak balik ke dokter, belakangan diketahui bahwa penyakit tersebut tercetus karena alergi bahan karpet. Andreas langsung mengganti karpet dengan parket yang tentunya membutuhkan biaya yang besar.<\/p>\n Pengakuan lainnya, mereka seringkali mengandalkan kartu kredit untuk membayar semua kebutuhannya mulai dari belanja bulanan, mengganti mobil sampai keanggotaan tempat kebugaran. Keluarga ini sama sekali tidak memiliki Dana Darurat sehingga ketika tiba waktunya membayar tagihan kartu kredit, mereka hanya membayar jumlah minimum. Apabila sudah tidak sanggup, mereka mengambil KTA sebagai solusinya.<\/p>\n related article: <\/em>Jalan Keluar Dari Lilitan Kartu Kredit<\/strong><\/a><\/p>\n Mereka \u00a0memiliki bonus tahunan yang besar tapi sangat disayangkan karena jumlah tersebut habis digunakan untuk melunasi utang KTA dan membeli barang konsumtif. Hal ini berlangsung setiap tahun tanpa disadarinya.<\/p>\n Masalah utama yang dihadapi Andreas adalah dia tidak sadar bahwa kartu kredit bukanlah pengganti uang.<\/p>\n Ketika menggunakan kartu kredit itu artinya kita bertanggung jawab untuk membayar lunas tagihan saat jatuh tempo<\/strong><\/a>. Bunga kartu kredit yang dapat mencapai 27% per tahun dapat memporakporandakan keuangan! Perlu diketahui bahwa investasi reksadana saham saja hanya mampu memberikan imbal hasil \u00a0rata-rata sebesar 20% per tahun. Jadi apabila tagihan kartu kredit tidak dilunasi dengan full amount<\/em>, maka lama kelamaan aset kita akan terkikis.<\/p>\n