Saat Rekan Kerja Tak Berkompeten, Lakukan 5 Hal Ini Agar Kita Sendiri Enggak Stres di Tempat Kerja
Dalam sebuah organisasi perusahaan, para karyawan secara individu akan dituntut untuk mampu bekerja dalam tim, untuk mencapai target bersama. Tentunya, ini bukan usaha yang sederhana sih, karena bagaimanapun karakter karyawan pastilah punya keunikan masing-masing. Namun, perbedaan itu kadang bikin asyik. Bener nggak? Eh tapi, bagaimana kalau rekan kerja kita ternyata tidak sekompeten itu untuk diajak kerja sama?
Aduh! Pastinya ini jadi hal ter-nightmare dalam kerja tim. Bisa-bisa kejadian deh, pembagian beban kerja enggak merata. Kita doang yang akhirnya harus kerja keras sendiri, sementara ada yang nganggur. Parah lagi, kalau yang nganggur ini keenakan, dan merasa dapat privilege untuk enggak kerja tapi ikutan dapat bonus. Hahay. Macam bener aja.
Gimana perasaanya? Dongkol, pasti. Hati-hati lo, dongkol menahun ntar jadi stres dan depresi. Akhirnya, kerjaan kita juga jadi enggak bener. Produktivitas menurun, karena jadi males-malesan menyelesaikan tugas. Akibatnya, kalau semakin parah, kita juga jadi kebagian dapat surat peringatan akhirnya. Siapa yang rugi? Padahal masalah sebenarnya enggak di kita kan?
Terus gimana dong?
Tenang. Inhale, exhale. Dinginkan kepala, dinginkan emosi.
Lalu, coba lakukan beberapa hal berikut agar tugas kita tetap terlaksana dengan baik, meski rekan kerja tak berkompeten
1. Pahami kondisinya
Meski sudah sangat lelah dan emosi, tapi sebaiknya tetap sabar. Bagaimanapun, kepentingan organisasi/perusahaan harus didahulukan. Jadi, mari bersikap profesional.
Kita juga harus menyadari, bahwa kondisi orang berbeda-beda; baik kondisi karakternya, kondisi fisik, kondisi mental, kondisi jiwa, hingga kondisi lingkungan–semua itu akan berpengaruh pada produktivitas dan keseharian seseorang.
Rekan kerja yang kita anggap tak berkompeten mungkin saja punya alasan kuat dan khusus sehingga ia terus menunjukkan kinerja yang kurang begitu baik. So, agar tugas-tugas kita lancar, maka ada baiknya kita melakukan kompromi. Tetapi sebelum berkompromi, cobalah untuk memahami kondisi si rekan kerja tersebut. Sikap empati akan membuat jalan kompromi akan lebih mudah, percaya deh.
2. Kompromi, di bawah koordinasi atasan
Setelah bisa memahami kondisi si rekan kerja, maka selanjutnya berkompromilah. Akan lebih baik jika kita melibatkan atasan dalam kompromi ini, pastinya. Karena bagaimanapun kinerja kita berada di bawah koordinasi atasan, bukan? Kalau perlu, ajak meeting full team.
Cobalah untuk bertukar tugas, menambah, mengurangi, diulik, dan seterusnya, sesuai dengan kompetensi masing-masing. Bicarakan dan diskusikan hingga dicapai kesepakatan semua pihak, dan disetujui oleh atasan dan semua yang hadir di forum.
Berikan contoh dengan berjanji untuk berkomitmen terhadap tugas yang sudah diterima, dan minta anggota tim yang lain juga berjanji untuk melakukan hal yang sama, demi tujuan baik bersama.
3. Ingatkan
In order to menjaga kewarasan kita sendiri, jangan bosan untuk mengingatkan si rekan kerja mengenai tugasnya sendiri. Jaga supaya kita jangan sampai mengerjakan tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawab si rekan kerja yang dinilai kurang berkompeten ini.
Justru, support dia agar dia sukses menyelesaikan tugasnya dengan baik. Kan, sudah didiskusikan dan dibagi berdasarkan kompetensi masing-masing?
Akan menjadi keuntungan kita sih, jika meskipun si rekan kerja ini kurang berkompeten tetapi dia cukup terbuka untuk masukan. Maka, kita jangan lelah mengarahkan.
Keep in mind: tujuan bersama harus didahulukan.
4. Fokus pada apa yang harus dan bisa kita kerjakan
Ketimbang menghabiskan waktu untuk fokus pada orang lain, mending lebih fokus pada diri sendiri.
Bagaimana dengan pekerjaan kita sendiri? Apakah sudah beres? Pekerjaan orang lain barangkali tergantung pada output yang kita hasilkan. Kalau kita tidak bisa menghasilkan apa pun, atau produktivitas menurun, pastinya hal ini akan berpengaruh pada orang lain.
Ingatkan juga pada rekan kerja yang dinilai kurang berkompeten akan hal yang sama. Bahwa banyak orang yang tergantung pada hasil kerjanya, so beri kesan bahwa ia dibutuhkan oleh tim. Biasanya sih, dengan begini, si rekan kerja tersebut akan lebih semangat menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik.
5. Usulkan training
Jangan sungkan untuk mengusulkan training kepada perusahaan, sesuai dengan kebutuhan kita sebagai karyawan. Jika kita lihat rekan kerja ada yang kurang berkompeten di bidang tertentu, atau kita sendiri membutuhkan pelatihan dan tambahan wawasan, segeralah berdiskusi dengan HR mengenai kemungkinan diadakan training.
Ada penelitian yang membuktikan bahwa 1 dari 3 karyawan sungkan atau tak berani mengusulkan training yang mereka butuhkan pada perusahaan. Semoga kita bukanlah dari 1 orang itu ya, karena meningkatkan skill ini penting banget lo! Apalagi jika kemudian terbukti training yang dilakukan bisa meningkatkan produktivitas dan kinerja kita di kantor, sehingga target bersama pun bisa dicapai dengan lebih baik.
Everyone is happy, right!
Training keuangan adalah salah satu training wajib yang harus diberikan pada karyawan agar bisa meningkatkan keterampilan mereka dalam mengelola keuangan pribadi. Ingat, karyawan yang terampil mengelola keuangan pribadi adalah karyawan yang produktif dengan performa kerja yang baik lo!
Jadi, ayo usulkan pada perusahaan tempat kita bekerja untuk mengadakan training keuangan untuk karyawan. Sila WA ke 0811 1500 688. Follow Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial terbaru.
Suasana dan Etos Kerja Optimal, Ternyata 3 Hal Ini yang Menjadi Rahasia Google
Perusahaan berbasis teknologi terbesar saat ini? Sudah pasti semua orang akan menjawab, Google! Raksasa teknologi ini bisa dibilang “penguasa dunia”. Banyak orang mendapatkan manfaat dari Google, pun banyak pula yang pengin bekerja di Google. Tambahan lagi, konon, suasana dan etos kerja di Google adalah yang terbaik saat ini.
Kita nggak bisa memungkiri. Misalnya saja dari sisi jaminan kesehatan dan kesejahteraan karyawan, Google sangat memperhatikannya. Google menilai, bahwa etos kerja dan performa karyawan berkaitan erat dengan kesejahteraan, kesehatan, dan juga kompetensi karyawan.
Karena itu, Google selalu menganggap karyawan sebagai aset utama perusahaan dan menjadikannya sebagai prioritas.
Mau tahu lebih jauh? Mari kita lihat beberapa hal yang dilakukan oleh Google untuk membangun suasana dan etos kerja optimal bagi karyawannya.
3 Rahasia Terbesar Google Membangun Suasana dan Etos Kerja yang Optimal
1. No micromanaging
Apa sih artinya micromanaging ini?
Menurut kamus, micromanage berarti “control every part, however small, of (an enterprise or activity)“. Sedangkan menurut Wikipedia:
In business management, micromanagement is a management style whereby a manager closely observes and/or controls the work of his/her subordinates or employees. Micromanagement is generally considered to have a negative connotation, mainly due to the fact that it shows a lack of freedom in the workplace.
Micromanaging berarti gaya manajemen dengan kontrol ketat terhadap apa pun yang dilakukan oleh karyawan hingga kemudian tak bisa memberikan kesempatan pada karyawan untuk berinovasi dan berimprovisasi. Micromanaging dipercaya bisa merusak etos kerja dan mematikan kreativitas, lantaran karyawan tidak diberikan wewenang untuk menyelesaikan masalah yang timbul.
Di awal berdirinya, sekitar tahun 2002, Google tak punya struktur organisasi. Tak ada posisi manajer maupun bawahan. Namun seiring waktu Larry Page, sang founder, merasakan betapa repotnya jika ia menjadi satu-satunya pengambil keputusan di perusahaan rintisan tersebut. Lantas ia merekrut beberapa orang untuk menjadi leader, yang bertugas mengoordinasi dan memfasilitasi aspirasi staf Google.
Cerita ini lebih lengkap bisa dibaca di situs Harvard Business Review. Di sana ada cerita perkembangan manajemen Google, dari mulai beberapa orang hingga sekarang memperkerjakan 37.000 orang.
Google percaya, dengan kebebasan berpikir dan berinovasi–tanpa ada praktik micromanaging–sikap saling menghargai antarkaryawan justru akan terbentuk, skill problem solving karyawan meningkat, etos kerja membaik, pun bisa menghasilkan ide-ide brilian yang siap dieksekusi bersama.
2. Be a good communicator
Dalam sebuah tim, komunikasi menjadi salah satu core kerja sama. Tanpa komunikasi yang baik, mustahil kerja sama yang baik juga bisa dicapai. Tanpa kerja sama yang baik, mustahil pula target bisnis perusahaan bisa diwujudkan.
Karyawan, para manajer, stakeholder, dan semua unsur yang terlibat dalam perputaran bisnis memang harus bisa bersinergi dengan baik, jika ingin perusahaan bisa maju dan berkembang.
Semua etos kerja berawal dari komunikasi.
Google menyadari penuh akan hal ini. Tahun 2011, Google merekrut Sebastien Marotte, dari Oracle, untuk meningkatkan sales. Begitu datang Marotte langsung tancap gas untuk memenuhi target sales yang diberikan padanya. Tapi, usahanya gagal. Marotte lantas ambil langkah mundur sejenak. Ia melakukan introspeksi, dan menyimpulkan bahwa ada yang salah dengan caranya berkomunikasi. Ia memperbaiki kesalahannya tersebut, dan di tahun berikutnya target sales Google bisa dicapai, bahkan lebih!
Cerita ini juga ada di artikel di situs Harvard Business Review yang sudah ditautkan di atas. Komunikasi, hal kecil yang kadang disepelekan, namun bisa berdampak besar pada etos kerja.
3. Kesejahteraan dan kompetensi karyawan adalah yang utama
Sudah bukan rahasia pula, bahwa Google sangat memperhatikan kesejahteraan karyawannya sebagai aset utama perusahaan. Salah satunya, Google menyewa tim medis khusus–lengkap dengan dokternya–untuk berkantor di dalam headquarter, demi melayani keluhan-keluhan kesehatan para karyawan.
Selain itu, Google juga menyediakan berbagai fasilitas kebugaran di dalam kantor. Mulai dari gym hingga area permainan, yang bebas digunakan oleh para karyawannya kapan pun mereka merasa jenuh dengan pekerjaan.
Selain dari sisi kesehatan, Google juga rutin mengevaluasi dan meningkatkan kompetensi karyawan.
Sekitar tahun 2011, Google meluncurkan program pengembangan SDM yang dinamai Project Oygen, untuk membantu meningkatkan etos kerja karyawan. Program ini lantas berkembang menjadi sebuah program komprehensif yang mengukur perilaku manajemen utama dan mengolahnya melalui proses komunikasi yang lebih intens dan pelatihan secara menyeluruh.
Di dalam Project Oxygen, ada program yang namanya Start Right–sebuah program workshop selama 2 jam khusus untuk para manajer baru. Juga ada Manager Flagship–yang terdiri atas beberapa paket workshop untuk meningkatkan etos kerja para manajer dalam topik-topik yang lebih spesifik. Sampai dengan saat ini, ada puluhan program pelatihan dipunyai oleh Google yang dilakukan secara rutin oleh tim instruktur khusus.
Kalau mau mengikuti cerita perkembangan bisnis Google, memang tak akan habis dalam sehari. Begitu panjang dan menarik. Banyak sekali hal yang bisa diadopsi dan diterapkan juga untuk mengembangkan perusahaan kita.
Anda tertarik untuk memberikan edukasi literasi keuangan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan etos kerja karyawan di perusahaan Anda seperti halnya Google? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.