Pengeluaran di Bulan Puasa Bocor? Mungkin 3 Hal Ini Penyebabnya!
Bulan puasa sudah hampir separuh jalan. Puasanya apa kabar? :)
Menjalankan ibadah puasa sudah jadi kewajiban setiap umat Muslim. Tantangan puasa ini beda-beda loh untuk setiap orang. Buat kita yang di Indonesia, puasa dimulai sejak Imsak, untuk wilayah Jakarta sekitar jam 04:26 hingga Maghrib jam 17:47. Jadi total puasa sekitar 13 jam.
Bandingkan dengan Amalia Sari yang tinggal di Belanda. Di sana puasanya 19 jam! Apakah kamu sanggup?
Terbatasnya waktu dari buka hingga sahur membuat mereka enggak sempat buka bersama. Berbuka puasa dilakukan di rumah masing-masing. Makan pun enggak bisa banyak-banyak karena waktunya sempit. Hal ini membuat anggaran makan di bulan puasa mereka jauh lebih hemat dibandingkan saat berpuasa di Indonesia. Tapi jangan salah, anggaran makan boleh hemat, tapi online shopping jalan terus. Hahaha.
Beda lagi dengan Teni yang lagi dinas di Papua. Teni dinasnya bergantian di daerah highland dan lowland. Highland itu di Tembagapura, bagian pegunungannya. Di sana dingin banget, Bisa sampai 11ºC. Kalau lowland itu di kotanya, Timika. Di sana panas kayak di Jakarta. Perbedaan suhu yang drastis ini bikin rentan sakit juga loh. Karena sedang berdinas, semua biaya di-cover. Teni pun aman dari ancaman anggaran bocor selama puasa.
Sudah lagu lama ya kayaknya setiap bulan puasa, pengeluaran selalu lebih besar dari bulan biasa. Padahal frekuensi makan di bulan puasa seharusnya berkurang loh. Dari yang tadinya 3 kali sehari plus camilan dan ngopi-ngopi cantik, sekarang jadi 2 kali sehari saat sahur dan berbuka. Bahkan ada yang punya kebiasaan puasa tanpa sahur. Harusnya ngirit dong ya.
Jadi apa dong yang bikin pengeluaran saat bulan puasa jadi tambah boros?
Versi pertama: lapar mata
Ternyata saat puasa, kita merasa sudah menahan diri. Nah, saat berbuka jadi semacam perayaan kecil. Ingin makan apa pun aja, dituruti. Udah kayak ngidam.
Yang sayang itu kalau ‘lapar mata’: beli banyak jajanan dan makanan untuk berbuka. Mulai dari es teler, bakwan, cireng sampe nasi goreng. Padahal saat berbuka gak bisa makan banyak-banyak kan? Udah boros, sisa makanannya dibuang pula. Sayang kan?!
Versi kedua: badai bukber
Bulan puasa identik dengan buka bersama. Senin buka bersama keluarga besar. Selasa buka dengan anak-anak kantor. Rabu dengan alumni kampus. Kamis sama alumni SMA. Jumat buka bareng tetangga kompleks. Gitu aja terus sampai lebaran! Hihihi.
Undangan bukber di bulan puasa memang banyak. Tapi gak semuanya harus didatengin kok. Coba bayangkan kalau setiap kali bukber kamu harus keluar ongkos Rp50.000-Rp100.000. Dengan frekuensi bukber 3 kali seminggu saja kamu harus menyiapkan dana Rp600.000-Rp1.200.000. Itu baru ongkos makan. Belum ongkos transportasinya. Banyak kan!
Versi ketiga: udah sibuk belanja buat persiapan Lebaran padahal THRnya belum masuk ke rekening
Kalau sudah punya tabungan Lebaran sih bebas ya belanja. Tapi kalau belum, duitnya pakai penghasilan bulanan dong? Pantes aja bokek! Hihihi.
Jadi gimana dong biar pengeluaran bulan puasa ini gak bocor?
Bikin anggaran. Anggaran makan di bulan puasa = bulan biasa
Pertama, sepakati dulu bahwa pengeluaran bulan puasa seharusnya sama aja kayak bulan biasa. Cuma jam makannya aja yang diganti.
Jadi harusnya anggaran makan di bulan puasa sama seperti bulan biasa. Misal anggaran makan keluargamu Rp500.000 seminggu. Makan di luar Rp1.000.000 sebulan. Total anggaran makan per bulan Rp3.000.000.
Saat puasa, breakdown anggaran ini jadi dana untuk sahur dan berbuka selama bulan puasa. Bukber pakai anggaran makan di luar. Jadi maksimal frekuensi bukbernya 10 x @Rp100.000. Sila buat skala prioritas bukber. Sisanya buka di rumah.
Buat prioritas buka bersama
Pilih bukber bareng mereka yang memang dekat di hati. Utamakan buka bersama barengan keluarga dan teman-teman dekat yang sudah seperti keluarga sendiri. Kalau bisa pilih lokasinya juga dekat dari kantor atau rumah.
Jadi bisa irit di transportasi. Udah gitu, gak kena macet lagi.
Bikin menu mingguan dan daftar belanja untuk masak di rumah
Bulan puasa seharusnya membuat kita lebih mendekatkan diri pada keluarga. Itulah kenapa kantor-kantor pulang lebih cepat, biar karyawannya bisa berbuka di rumah.
Biar hemat, bikin menu makan mingguan. Kemudian belanja berdasarkan menu yang sudah disusun. Dengan begini, kita akan fokus berbelanja hanya yang ada dalam list, gak mudah lapar mata dengan segala macam promo di tempat belanja di bulan puasa.
Saat masak di rumah, semua bahan bisa termanfaatkan. Sisa makanan pun masih bisa diolah jadi menu sahur atau berbuka. Jadi, gak ada bahan dan makanan yang terbuang sia-sia.
Belanjanya tunggu THR aja
Belanjanya kapan? Tunggu THR masuk rekening dulu ya. Jangan belanjakan uang yang tidak atau belum kamu punya. Kecuali kamu udah punya tabungan khusus buat belanja di hari raya ya.
Semoga lagu lama bulan puasa bikin kantong bocor tidak kembali terdengar ya! Kamu bisa ikuti cerita finansial seru lainnya di #FinClic, setiap Senin jam 07.00 pagi di Twitter & Instagram @mrshananto.
Fransisca Emi/ financial trainer
Lawan Inflasi Dana Pendidikan Dengan Investasi
Sudah menjadi tanggung jawab setiap orang tua untuk menyiapkan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya. Bahasan kebutuhan Dana Pendidikan memang selalu mendebarkan. Dari data Bank Indonesia, rata-rata inflasi biaya hidup 5 tahun terakhir sekitar 5.5%. Inflasi biaya pendidikan jauh lebih besar dibandingkan inflasi biaya hidup. Besaran inflasi bervariasi, tergantung pilihan sekolah. Untuk perhitungan Dana Pendidikan QM Financial menggunakan asumsi inflasi TK-SMA sebesar 16%, sedangkan S1 12%.
Dengan besarnya inflasi biaya pendidikan, mau enggak mau kita harus berinvestasi. Caranya gimana sih?
- Tentukan pilihan sekolah. Sebelum mulai menghitung kebutuhan Dana Pendidikan, tentukan dulu anaknya mau sekolah di mana. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan sekolah. Diantaranya kurikulum yang digunakan (sesuai Diknas atau ada tambahan kurikulum internasional), kecocokan konsep mengajar, fasilitas, jarak rumah-sekolah dan tentu saja biaya. Jangan sampai karena mau keren-kerenan, kita memaksakan diri menyekolahkan anak di sekolah internasional padahal jaraknya jauh dari rumah atau kita gak sanggup bayar biaya.
- Survey biaya sekolah. Selanjutnya, survey dulu biaya pendidikan sekolah di tahun ini, mulai dari uang pangkal, SPP bulanan, iuran ekstrakurikuler, seragam dan berbagai rentetan biaya yang lain. Angka ini akan menjadi panduan dalam menghitung kebutuhan Dana Pendidikan.
- Hitung kebutuhan Dana Pendidikan. Setelah semua data siap, saatnya berhitung! Sebagai catatan, untuk jenjang TK-SMA biaya yang diperhitungkan adalah uang pangkal. Uang sekolah bulanannya diambil dari penghasilan bulanan. Sedangkan untuk jenjang pendidikan S1 sudah mencakup biaya dari masuk sampai lulus (3tahun).
Kita menggunakan contoh kasus Ibu Desy yang saat ini anaknya kelas 1 SD. Untuk jenjang pendidikan SMP-SMA direncanakan di Indonesia sedangkan S1 di Inggris. Angka biaya kuliah yang digunakan untuk perhitungan adalah biaya di University of Warwick 23.380 GBP/tahun dan biaya hidup 12.000 GBP/tahun.
Biaya pendidikan S1 yang saat ini Rp2Milyar, dengan adanya inflasi akan menjadi Rp4,8Milyar 12 tahun mendatang. Untuk mencapai Dana Pendidikan S1 Rp4,8Milyar ini, Ibu Desy bisa memilih 3 cara investasi: bulanan (Rp11juta/bulan), tahunan (Rp155juta/tahun) atau sekaligus saat ini (Rp809juta). Bandingkan dengan besaran menabung Rp33juta per bulan untuk mencapai target dana yang sama. Ingat ada risiko saat kita berinvestasi, hasilnya enggak dijamin loh. Namun, ada risiko yang lebih besar kalau kita tidak berinvestasi: risiko Dana Pendidikannya enggak tercapai.
4. Setia pada tujuan, bukan pada produk. Produk yang kita pilih harus membantu kita mencapai tujuan. Kalau perhitungan di atas kertas sudah jelas-jelas gak nyambung, ngapain dilanjutkan? Jadi kalau untuk mencapai Dana Pendidikan S1 kita butuh imbal hasil 16% per tahun, pilih produk yang bisa memberikan potensi imbal hasil tersebut, jangan ngotot dengan produk yang imbal hasilnya 5% per tahun. Hasilnya sudah pasti: pasti gak cukup ☺
5. Lengkapi PLAN dengan proteksi. Saat sedang sibuk menyiapkan Dana Pendidikan, ada satu hal yang sering ketinggalan nih. Kita harus menyiapkan proteksi kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada pencari nafkah keluarga. Risiko ini bisa dialihkan ke perusahaan asuransi dengan membeli proteksi Asuransi Jiwa. Dalam kasus Ibu Desy, jumlah Uang Pertanggungannya harus cukup menutup besaran si Dana Pendidikan tadi.
Yuk mulai siapkan Dana Pendidikan anak sedini mungkin. Biar kita punya lebih banyak waktu untuk menyiapkan dananya. Di investasi kita menganut prinsip compound interest alias bunga berbunga. Semakin cepat kita mulai, kita punya keuntungan berupa waktu sehingga dana yang disetorkan bisa lebih kecil.
Gimana, sudah siap memulai perjuangan melawan inflasi Dana Pendidikan dengan investasi?
Kamu bisa ikuti cerita finansial seru lainnya di #FinClic, setiap Senin jam 07.00 pagi di Twitter & Instagram @mrshananto dan siaran PowerTalk PowerYourMoney di 89.2 PowerFM Jakarta.
Fransisca Emi/ financial trainer
Freelance Bukan Untuk Semua Orang
Belakangan ini tren kerja sebagai freelancer semakin mencuat di kalangan millenials. Bayangan waktu kerja yang fleksibel tentu menarik untuk mereka yang tak ingin terikat jam kerja. Apalagi dengan tingginya tingkat kemacetan di kota besar, tentu menyenangkan kalau kita bisa bebas bekerja dari mana saja.
Tertarik menjadi freelancer? Kata Andika Rahmawati yang lebih akrab disapa Mba Akid – seorang freelancer yang saat ini berdomisili di Jogja – freelance itu bukan untuk semua orang! Nah loh. Jangan buru-buru resign sebelum kamu membekali diri dengan pengetahuan yang cukup ya. Yuk, kita simak obrolan seru dengan Mba Akid.
Hai Mba Akid, cerita dong tentang latar belakang Mba Akid!
Hai hai! Saya adalah lulusan Teknik Informatika yang sebenarnya tidak ingin bekerja di bidang IT. Hahaha. Dari kecil saya suka menulis, tapi saat itu karier sebagai penulis tampak kurang menjanjikan. Saya pun memilih jurusan IT yang secara praktis terlihat lebih bisa menghasilkan uang, dan menulis saya jadikan hobi.
Selama 9 tahun bekerja kantoran, saya sempat beberapa kali berganti bidang. Awalnya saya bekerja di bagian technical support, kemudian beralih ke desain website, kemudian sedikit demi sedikit mulai geser ke konten website. Posisi kerja saya di beberapa tahun terakhir saya ngantor ada di bawah divisi Marketing Communication, dari situ saya juga jadi belajar banyak soal komunikasi. Perjalanan inilah yang membawa saya kembali ke menulis. Ternyata saya harus mengambil jalan memutar untuk akhirnya bisa menghasilkan uang dari menulis.
Kenapa akhirnya Mba Akid memutuskan menjadi freelancer?
Ide awal tidak bekerja kantoran itu dari pergaulan. Saya punya beberapa kawan dekat yang awalnya menginspirasi saya untuk bekerja tanpa ngantor. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, saya juga mulai melihat adanya kesempatan. Kala itu freelancing dan remote working mulai happening. Saya merasa skill yang saya punya sebenarnya bisa ‘dijual’ di luar tanpa harus kerja kantoran. Tapi ini keputusan saya untuk akhirnya jadi freelancer tidak terjadi seketika. Butuh 2-3 tahun bagi saya untuk menyiapkan diri, memantapkan ide, memperbanyak portofolio, dan memperkuat koneksi.
Biasanya dari mana Mba Akid mendapatkan project?
Ada banyak portal online yang bisa digunakan untuk mencari project, misalnya freelancer.com. Tapi saya merasa kurang cocok di situ, karena persaingannya berat dan terutama kita tidak mengenal klien. Saya pribadi lebih banyak mengandalkan koneksi yang sudah saya kumpulkan selama bekerja kantoran. Selain itu saya juga memanfaatkan LinkedIn dan website pencari kerja formal seperti jobsdb dan jobstreet yang biasanya juga menjadi platform bagi perusahaan yang mencari pekerja freelance/remote. Soal pemilihan klien, saya lebih suka investasi tenaga dan waktu di perusahaan/brand besar karena kalau sudah cocok, kerjasamanya punya potensi untuk jadi jangka panjang. Saya juga lebih suka menjaga hubungan dekat dengan klien yang sudah ada daripada tebar jala mencari klien baru, dengan harapan, loyalitas seperti ini juga akan memudahkan saya dapat proyek lagi dari klien tersebut.
Project apa saja yang diambil?
Saat ini saya lebih fokus ke literasi, seperti penerjemahan teks, utamanya dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Selain itu saya juga mengedit artikel, menulis artikel featured, serta menerjemahkan konten digital seperti website dan email. Saya juga menangani end to end social media project mulai dari strategi, monitoring, hingga evaluasi.
Apa sih plus minusnya jadi freelancer dibanding karyawan kantor?
Ada dua pembeda utama, yaitu penghasilan dan waktu. Saat jadi karyawan, saya punya penghasilan rutin. Arus keuangan bisa diprediksi dan lebih mudah menata kehidupan. Minusnya, saya tidak punya kebebasan waktu karena harus mengikuti jam kerja kantor. Sebaliknya, saat menjadi freelancer, saya punya kebebasan untuk mengatur waktu kerja sendiri. Mewah banget rasanya. Minusnya, terjadi ketidakteraturan pendapatan. Fleksibitas waktu bagi freelancer bisa jadi pisau bermata ganda. Jadi harus pintar-pintar mengatur waktu dan uang.
Sederhananya, kerja kantoran itu relatif banyak duit tapi gak punya waktu buat jalan-jalan. Ibaratnya, saat jadi karyawan kita sebenarnya sedang menggadaikan waktu. Harus berada di kantor saat jam kerja, baik itu saat load kerja sedang banyak atau malah magabut (makan gaji buta). Bagi saya gaji adalah uang gadai waktu. Padahal waktu adalah aset yang paling berharga, gak bisa diulang atau diputar balik. Karena itulah saya memilih menjadi freelancer.
Fleksibitas waktu freelancer bisa jadi pisau bermata ganda, maksudnya gimana?
Freelance bukan buat semua orang. Freelancer harus punya disiplin tinggi. Kebebasan waktu yang dimiliki bisa jadi boomerang. Ada kalanya santai tapi ada juga masa-masa gak punya waktu bebas sama sekali karena kerja rodi mengejar deadline.
Dengan penghasilan yang gak pasti, gimana caranya mengatur keuangan ala freelancer?
Faktor paling penting adalah kontrol diri. Jangan merasa kaya kalau invoice cair! Hahaha. Saya selalu berasumsi bulan depan gak dapat uang agar bisa lebih menahan diri.
Sebagai freelancer saya menyiapkan Dana Darurat untuk hidup aman selama 6 bulan ke depan. Saya punya istilah khusus, namanya ambang minimal kekhawatiran (AMK). Selama tabungan saya masih berada di atas AMK, saya tidak memaksakan diri mencari project, sedapatnya saja. Saya tidak takut menolak kerjaan kalau memang gak bisa handle. Kalau dipaksakan akan berpengaruh ke kualitas hasil kerja. Dampaknya panjang. Saya tidak mau menggadaikan waktu lagi untuk uang. Kalau uang di tabungan sudah menyentuh AMK, baru deh saya rajin cari project baru.
Untuk menjaga kestabilan pemasukan saya mencari project beli putus. Project ini tipikalnya bernilai besar dalam jangka waktu pendek. Uangnya saya gunakan untuk tabungan, investasi, dan dana liburan. Untuk uang bulanan, saya mencari dari project rutin seperti social media management bulanan. Namun kini saya mengurangi pekerjaan media sosial karena mengurangi level kewarasan. Hahaha.
Saya punya dua macam rekening: tabungan dan operasional. Semua uang yang diterima masuk ke rekening tabungan. Setiap bulan saya mentransfer sejumlah uang ke rekening operasional sebagai ‘gaji bulanan’. Kalau uang di rekening operasional menipis, berarti saya lagi bokek, gak boleh ambil uang di tabungan. :)
Freelancer biasanya kerja di coworking space atau coffee shop. Biaya operasionalnya mahal dong?
Nggak. Karena saat menentukan harga jual jasa, semua biaya produksi seharusnya sudah diperhitungkan, termasuk untuk listrik, internet, makanan dan minuman selama kerja. Saya seringkali menggunakan hourly rate. Ini memudahkan saya untuk melihat apakah bulan ini saya sudah cukup menghabiskan sumber daya untuk suatu project.
Awalnya saya lebih ketat mengatur biaya operasional, sekarang sudah jauh lebih santai. Gak pelit-pelit banget. Saya sebut ini biaya untuk menjaga kewarasan. Bisa gila kalau kerjanya sendirian terus di kos J
Soal proteksi gimana Mba?
Sejak masih jadi karyawan saya sudah melindungi diri dengan membeli asuransi kesehatan swasta sendiri, jadi saat freelance tinggal dilanjutkan. Triggernya saya pernah sakit parah sehingga harus opname cukup lama. Asuransi dari kantor ternyata tidak cukup untuk menutup semua biaya. Jadi sisanya harus saya tanggung sendiri. Rasanya tertohok karena merasa sudah kerja capek-capek mengumpulkan uang, eh malah uangnya habis karena bayar biaya rumah sakit.
Nah! Ini yang kadang freelancer lupa. Waktu jadi karyawan, asuransi kesehatan ditanggung oleh kantor. Pas jadi freelancer, kita harus menyiapkan asuransi kesehatan sendiri. Freelancer itu kalau gak kerja gak dapat uang. Gak mau kan tabungannya habis untuk membayar rumah sakit? Minimal punya BPJS Kesehatan lah. Jangan dilihat mahalnya karena sekarang banyak juga yang terjangkau. Premi bisa mulai dibawah Rp100.000 per bulan kok.
Menurut Mba Akid apa aja yang harus disiapkan seseorang yang ingin melepas status karyawan dan menjadi freelancer?
Saya tidak menyarankan orang masuk dunia freelance tanpa senjata. Minimal dia harus punya tabungan untuk 6 bulan ke depan. Sebelum jadi freelancer, bikin plan dulu skill apa yang mau dijual. Dari situ baru bisa bergerak mengumpulkan portofolio dan menguatkan network. Kalau modalnya belum kuat, sabar dulu ya :)
Kamu tertarik menjadi freelancer? Yuk siapkan amunisi berupa Dana Darurat minimal selama 6 bulan, asuransi kesehatan yang cukup, skill yang mumpuni, portofolio yang menarik, dan network yang kuat. Selamat mengumpulkan senjata!
Fransisca Emi
***
Belajar Menjadi Pemimpin Yang Mendengar Dari Reza Aryabima
Bagi seorang perempuan, tak lengkap rasanya mengenakan make up tanpa menggunakan bulu mata palsu. Siapa sangka produk yang akrab dengan keseharian perempuan ini justru menjadi ladang usaha bagi Reza Aryabima, CEO dan Co-Founder Artisan Professionnel. Artisan Professionnel adalah salah satu merek bulu mata yang menjadi favorit make up artist (MUA) dan selebriti. Reza, begitu ia biasa disapa adalah salah seorang alumni Financial Clinic Bisnis Workshop yang diselenggarakan oleh QM Financial April lalu di Jakarta. Bagi Reza, tantangan terbesar dalam bisnis ini adalah menjadi pemimpin yang mendengar. Ikuti cerita lengkapnya ya!
baca juga: Financial Clinic Workshop Bisnis
Hai Reza, cerita dong bagaimana awal kisah Artisan Professionnel?
Artisan Professionnel berangkat dari partner saya, seorang fotografer yang banyak bekerja sama dengan Make-Up Artist (MUA) dalam karya-karyanya. Ia banyak mendengar keluhan mengenai sulitnya mendapatkan bulu mata palsu yang konsisten baik secara kualitas maupun ketersediaan barang. Padahal Indonesia adalah salah satu negara penghasil bulu mata dengan kualitas terbaik dengan tujuan ekspor ke negara-negara maju. Berangkat dari fakta ini, Artisan Professionnel lahir dengan semangat untuk menghasilkan produk berkualitas, yang bisa membawa hasil karya anak bangsa ke level yang lebih tinggi. Visi kami adalah Bringing Beauty to The Next Level.
Ada berapa orang partner dalam membangun bisnis ini? Bagaimana pembagian tugas & tanggung jawabnya?
Saat ini kami berempat, dengan saya sebagai CEO yang membawahi seluruh tim, memastikan perusahaan bergerak ke arah yang benar. Redavell Tjen sebagai Chief Creative Officer, membawahi Product Development dan Marketing Communication, dengan tugas memastikan visi kami terkomunikasikan dengan baik melalui produk yang kami hasilkan dan kegiatan marcomm. Gregorius Gerry sebagai Chief Operating Officer bertanggung jawab terhadap kegiatan operasional perusahaan seperti HRD, Legal, dan Business Development. Serta satu orang Komisaris yang juga adalah investor utama kami.
Bagaimana perkembangan Artisan Professionnel hingga kini?
Artisan Professionnel saat ini dalam fase growth & establishment stage dan bergerak sangat cepat. Fokus kami saat ini ada pada customer acquisition, melalui promosi yang intensif dan perluasan channel penjualan.
Strategi marketing apa yang digunakan untuk mengembangkan Artisan Professionnel hingga menjadi produk favorit selebriti dan make up artist?
Kami banyak berkolaborasi dengan para pengguna dan Key Opinion Leader (KOL) serta influencer untuk mendapatkan honest review, yang kemudian di-post di Instagram @artisanpro sebagai platform utama kami dalam kegiatan marketing communication kami.
Ke depan, apa rencana Reza untuk Artisan Professionnel?
Kami fokus pada research and development (R&D) untuk menghasilkan produk yang betul-betul berkualitas untuk menjawab kebutuhan pasar. Selain itu dalam satu hingga dua tahun ke depan kami akan melakukan ekspansi distribusi ke pasar luar negeri.
Kisah suka dan duka apa yang Reza alami selama membangun bisnis?
Di awal membangun bisnis, salah satu pernyataan yang saya dengar dalam sebuah seminar, 80% keberhasilan bisnis ditentukan oleh people management. Dalam perjalanan kami, suka dan duka lebih banyak dialami dalam proses penyatuan visi, pemahaman, ritme kerja, dan budaya kerja. Buat saya ini hal yang paling challenging. Terutama saat belajar mengatasi perbedaan cara kerja, perbedaan pendapat, dan perbedaan karakter antar anggota. Saat menghadapi jalan buntu rasanya sangat melelahkan. Tapi di sisi lain saat kami berhasil mencapai suatu achievement, semua kelelahan itu hilang.
Adakah tantangan issue gender di bisnis ini: seorang laki-laki jadi CEO perusahaan produsen bulu mata?
Memang banyak yang bertanya soal ini. Saya sendiri pada awalnya merasa cukup sulit untuk masuk ke dalam industri yang didominasi oleh wanita, khususnya karena wanita adalah pengguna produk ini. Tapi bagi saya bukan itu tantangan utamanya. Tantangan utamanya adalah bagaimana menjadi pemimpin perusahaan yang lebih banyak mendengar dan menerima masukan, baik dari anggota tim, KOL, partner bisnis, sehingga produk dan strategi kami betul-betul menjawab kebutuhan pasar.
Apa saran bagi QM Readers yang ingin membangun bisnis?
Dalam membangun bisnis, ada tiga hal utama yang harus diperhatikan
- Failed to plan, failed to launch. Perencanaan yang matang dibutuhkan sebelum memulai bisnis.
- Go big, or go home. Kalau mau sungguh jadi besar, kita tidak punya pilihan lain selain turun sendiri dan mendedikasikan semua yang kita punya untuk membesarkan bisnis kita.
- Beginner’s mind. Banyak belajar dan berguru dari mereka yang sudah berhasil dan dari mereka yang masih muda. Di era sekarang ini, perubahan bisa terjadi sangat cepat. Pastikan kita sudah mendeteksi perubahan sebelum perubahan itu datang. Salah satu caranya, dengan terus menerus belajar.
Bagi Reza, apa yang dirasakan saat mengikuti Financial Clinic Workshop Bisnis?
Seru, practical, dan entertaining karena ada cuplikan bit standup comedy dari Ligwina Hananto. Saya sangat merekomendasikan mereka yang baru memulai usaha untuk mengikuti workshop ini terutama untuk belajar mengenai laporan keuangan bisnis.
Terakhir nih, apakah Reza sudah merencanakan pensiun? Seperti apakah masa pensiun dalam bayangan Reza?
Saya membayangkan di suatu titik saya akan menjadi investor dari banyak perusahaan kecil dan berkembang. Saya juga berencana menjadi mentor dan pengajar bagi mereka-mereka yang baru akan atau sedang memulai bisnisnya. Masa pensiun saya harus diisi dengan kegiatan yang memberikan arahan dan panduan bagi mereka yang sedang ada di posisi saya waktu memulai bisnis.
Untuk mewujudkannya, saya sudah mempersiapkan aset aktif dari unit bisnis yang saya sedang dan akan investasikan. Aset aktif inilah yang akan memberikan passive income sehingga saya bisa menjalani masa pensiun impian.
Inpiratif sekali cerita dari Reza! Ternyata kalau mau jadi pemimpin itu harus banyak mendengar dari berbagai sisi ya. Dan jadi pemilik bisnis juga harus pensiun loh. Itulah pentingnya menyiapkan aset aktif yang bisa memberikan penghasilan pasif.
Semoga bisnisnya makin maju Reza!
Fransisca Emi
Lanjut Studi Ke Luar Negeri, Kenapa Nggak?
Hai hai! Adakah diantara kamu yang punya keinginan untuk melanjutkan studi ke luar negeri? Ada berbagai manfaat yang bisa didapatkan saat studi ke luar negeri, diantaranya belajar untuk hdup lebih mandiri, belajar memasak untuk menghemat biaya hidup, belajar bahasa asing langsung dari penutur aslinya, dan belajar tolerasi dengan semua perbedaan yang ada. Selain itu, studi ke luar negeri juag bisa memberi kita wawasan dan koneksi global. Ini tentu akan sangat berpengaruh bagi pengembangan karir kita ke depan.
Meskipun banyak manfaatnya, ternyata ada saja halangan untuk bisa menempuh studi lanjut ke luar negeri. Apa saja sih halangannya? Dalam #FinClic Senin lalu, dari hasil survey Ligwina Hananto di akun Twitter dan Instagram @mrshananto, 89% menyatakan biaya, sedangkan 11% menyatakan restu dari keluarga yang susah didapat. Kalau kamu sendiri, apa yang menahanmu untuk studi lanjut ke luar negeri?
Restu keluarga
Restu dari keluarga, terutama dari orang tua untuk mereka yang masih single dan restu dari suami untuk mereka yang sudah berkeluarga sangatlah penting. Sayangnya banyak perempuan yang tak mendapatkan restu dari keluarga untuk melanjutkan studi. Banyak perempuan Indonesia melepas kesempatan beasiswa dengan alasan bahwa posisinya dalam keluarga dan masyarakat menjadikannya sulit untuk meneruskan kuliah. Masih ada pemikiran lama bahwa perempuan itu kodratnya nggak akan jauh-jauh dari dapur, sumur, kasur. Mereka pun dianggap susah mendapat jodoh kalau gelar pendidikannya makin tinggi.
Di sisi lain banyak perempuan Indonesia yang mampu membagi waktu antara studi dan keluarganya, tanpa harus mengorbankan mimpinya sekolah tinggi di luar negeri. Hal inilah yang membuat Melati menginisiasi “Neng Koala”. Awalnya Neng Koala adalah sebuah blog yang berisi kisah perjuangan mahasiswi Indonesia yang tengah kuliah di Australia. Berawal dari sebuah blog, kisah-kisah ini kemudian mendapat dukungan dari Pemerintah Australia melalui skema Alumni Grant Scheme serta Causindy Alumni Grants untuk diterbitkan menjadi buku “Neng Koala: Kisah-kisah Mahasiswi Indonesia di Australia”.
Biaya
Tak bisa dipungkiri, biaya studi di luar negeri pasti tinggi. Sebenarnya besarnya biasa ini bisa diakali dengan beasiswa loh. Ada banyak beasiswa yang tersedia baik dari pemerintah maupun dari universitasnya langsung. Tapi memang seleksinya cukup ketat. Melati sendiri baru berhasil di pengajuan beasiswanya yang kedua.
Nah kalau tidak ingin mengandalkan beasiswa, kamu juga bisa menyiapkan Dana Pendidikanmu sendiri atau siapkan Dana Pendidikan untuk anakmu nanti. Ada dua macam komponen biaya utama yang harus diperhitungkan, yaitu biaya studi dan biaya hidup. Biaya ini sangat bervariasi tergantung program studi yang diambil dan universitas yang dipilih. Untuk mengetahui besaran biaya studi di masing-masing jenjang pendidikan kamu bisa cek di http://cricos.education.gov.au.
Kita ambil salah satu contoh untuk perhitungan ya. Untuk program Bachelor of Commerce di Curtin University (setara S1) biayanya AUD 83.700 untuk 3 tahun studi. Sementara biaya hidup di Australia pun berbeda-beda, tergantung kita tinggal di kota apa. Namun ada persyaratan minimal living cost yang harus disiapkan sebesar AUD 20.290 per tahun, cukup untuk akomodasi, makan, dan transportasi. Ini untuk yang single ya.
Coba kita hitung bagaimana cara mengumpulkan dananya. Total biaya yang harus disiapkan AUD 83.700 + AUD 60.870 = 144.570, kita bulatkan menjadi AUD 145.000. Ini baru biaya tahun ini ya. Tujuan finansial itu terdiri dari judul, nilai rupiah, dan jangka waktu. Tentukan dulu nih kuliahnya mau kapan. Misal 10 tahun lagi. Dengan asumsi inflasi Australia 2%, 10 tahun lagi biaya kuliah tsb akan menjadi AUD 177.000. Dengan nilai tukar 1 AUD = Rp10.500, biaya ini setara dengan Rp1.86M. Untuk mencapai target Dana Pendidikan Rp1.86M 10 tahun mendatang, kamu perlu berinvestasi Rp6.4jt per bulan di produk yang memberikan imbal hasil 16% per tahun. Perlu diingat ini adalah simulasi ya. Hasilnya gak dijamin karena kita menggunakan asumsi.
Setelah tahu angkanya, mau tetap menggunakan dana sendiri, atau berjuang untuk beasiswa? Mau ambil jalur beasiswa atau jalur mandiri, jangan biarkan pemikiran lama menghambatmu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Kamu bisa ikuti cerita finansial seru lainnya di #FinClic, setiap Senin jam 07.00 pagi di Twitter & Instagram @mrshananto dan siaran PowerTalk PowerYourMoney di 89.2 PowerFM Jakarta.
Fransisca Emi/ Financial Trainer
Strategi Online L’Cheese Factory Mencuri Hati Pelanggan
Siapa yang tak suka kue? Apalagi cake dengan cream cheese yang melimpah. Hmmm pasti lezat! Berawal dari keinginan untuk mencarikan kegiatan bagi mama mertua yang sudah pensiun, Fitria Hasanah – atau yang akrab disapa Ica – merintis bisnis cake dengan merek L’Cheese Factory di garasi rumahnya. Kini L’Cheese Factory telah berkembang menjadi toko cake populer di Pekanbaru dan juga tempat berkumpulnya komunitas muda. Kita simak cerita lengkapnya yuk!
Hai Ica, gimana sih awal mula cerita L’Cheese Factory?
Setelah mama mertua pensiun, anak-anaknya ingin mama tetap punya kegiatan. Karena mama hobi membuat cake dan saat itu rainbow cake sedang menjadi tren, muncullah ide untuk membuat toko kue. Awalnya toko hanya memanfaatkan garasi rumah. Toko buka mulai jam 2 siang karena paginya kita masih persiapan. Kami dibantu oleh satu pegawai part time. Strategi marketing difokuskan di online, menggunakan media sosial Facebook dan Twitter. Strategi ini dilanjutkan sampai sekarang sehingga L’Cheese dikenal karena kemudahan pemesanan online-nya.
Apa kekhasan cake yang diproduksi L’Cheese?
L’Cheese fokus di dessert. Saat ini kami menyediakan cheese cake, macaron, dan pie. Varian best seller-nya adalah Red Velvet, Oreo Cheesecake, dan Nutella Hokkaido Mille Crepes. Hampir semua hasil produksi L’Cheese menggunakan cream cheese sebagai bahan baku utama.
Bagaimana perkembangan outlet L’Cheese hingga kini?
Outlet L’Cheese sudah jauh berkembang dibandingkan waktu pertama kali buka. Dulu hanya satu ruangan garasi untuk display, tanpa ada ruangan untuk makan di tempat. Dapur produksi juga masih gabung dengan dapur rumah. Saat ini toko sudah diperluas dan terpisah dengan rumah. Sekarang juga sudah tersedia ruangan khusus untuk kegiatan-kegiatan L’Cheese bersama komunitas. Kegiatan L’Cheese lebih banyak ditujukan untuk anak muda dan komunitas untuk celebrate moment mereka.
Strategi marketing apa yang digunakan untuk mengembangkan L’Cheese?
Marketing saat ini dikelola oleh suami saya, Barumun Nanda Aditia. Untuk kemudahan pengguna, kami fokus di online. Pemesanan kue bisa dilakukan via Whatspp, Facebook, dan Instagram. Media sosial juga dijadikan sarana utama mengkomunikasikan nilai-nilai yang mau disampaikan oleh L’Cheese.
Ke depan, apa rencana Ica untuk L’Cheese?
Harapan saya L’Cheese terus berkembang dan bisa didapat di banyak kota. Sekarang kita sedang mulai menuju ke sana dengan membuka cabang tanpa cabang fisik.
Selain L’Cheese, Ica juga punya unit usaha Desanasi, boleh diceritakan kisahnya?
Ide membangun Desanasi berawal dari kebutuhan masyarakat Pekanbaru yang lapar malam-malam tapi tidak mau makan makanan terlalu berbumbu. Desanassi jadi unik karena kita hanya menjual olahan nasi dan buka sore hingga malam di saat orang pulang kerja atau lapar nanggung.
Kisah suka dan duka apa yang Ica alami selama membangun bisnis?
Untuk L’Cheese – karena bisnisnya sudah lebih stabil – masalah terbesarnya ada di operasional, staf yang kurang bisa bekerja sama, dan sistem kerja yang belum terstruktur. Itu yang bikin pusing sih. Sukanya saat pelanggan happy dengan kue yang sesuai dengan ekspektasi mereka terus posting keseruannya di sosial media. Rasanya bangga sekali.
Untuk Desanasi – karena bisnisnya masih baru – masih banyak masalahnya, antara lain karyawan yang sering berganti. Sukanya di Desanasi hubungan dengan pelanggan lebih akrab karena memang didesain sebagai warung tempat kumpul-kumpul bersama.
Dengan kesibukan mengurus bisnis, bagaimana Ica membagi waktu dengan keluarga?
Alhamdulillah, untuk urusan keluarga, saya didukung penuh oleh suami. Suami selalu siap bekerja sama mengasuh kedua anak kami. Sebisa mungkin kami melibatkan anak-anak, misalnya setelah menjemput anak di sekolah, mereka dibawa ke Desanasi untuk belajar sekaligus ngobrol dengan pelanggan. Keluarga besar juga mengerti kesibukan yang kami jalani.
Apa pesan Ica untuk QM Readers yang mau membangun bisnis?
Saran saya fokus di pelanggan dan jadi solusi bagi masalah mereka. Tambahkan juga nilai lebih ke produk kita. Ini akan membuat pesaing sulit menyamakan dirinya dengan kita.
Inti dari bisnis adalah memberikan solusi untuk masalah pelanggan. Dengan kemudahan pemesanan cake secara online dan kualitas cake yang terjamin, L’Cheese dengan cepat mencuri hati pelanggan.
Ah! Saya jadi makin penasaran nih sama kelezatan L’Cheese Factory. Semoga bisa segera tersedia di banyak kota ya.
Sukses terus Ica dengan L’Cheese Factory!
Fransisca Emi/ Financial Trainer
Menjadi Pembelajar Sejati ala Rahmi Salviviani
Bagi Anda yang tinggal di Pekanbaru, tentu sudah tidak asing lagi dengan Taman Kanak-Kanak (TK) Alifa Kids. TK besutan Rahmi Salviviani ini awalnya didirikan untuk kembali berkegiatan setelah tidak lagi bekerja dan melahirkan anak pertamanya yang bernama Alifa. Bisa ditebak, nama TK ini diambil dari nama anak pertamanya.
Di tahun 2008, Vivi – panggilan akrabnya – mendirikan cabang pertama TK Alifa Kids di Pekanbaru. Kini sudah ada 12 cabang TK Alifa Kids yang tersebar di tiga kota besar. Penasaran bagaimana Vivi membesarkan bisnisnya? Kita ikuti ceritanya yuk!
Hai Vivi, bisa diceritakan bagaimana kisah awal mula TK Alifa Kids berdiri?
Setelah tidak bekerja lagi dan anak pertama lahir, di usia 3 bulan, saya berpikir untuk kembali punya kegiatan. Pendidikan adalah kecintaan saya sejak SMU. Kala itu ada kesan bahwa menjadi pendidik itu ga keren. Tapi saya tetap mengikuti kata hati.
Tak pernah terbayangkan membuka usaha pendidikan usia dini akan seperti ini hasilnya. Ternyata banyak hal berbeda yang saya temukan dalam pengelolaan dan cara pandang ddalam pendidikan ketimbang apa yang saya dapat ketika dahulu bekerja. Seolah pendidikan usia dini itu boleh ala kadarnya dan pelayanan terhadap anak dan orang tua cukup biasa-biasa saja.
Dari sini saya semakin menyadari banyak hal yang perlu diurus dalam pengelolaan pendidikan. Meski pendidikan sangat kental dengan nilai sosial namun bukan berarti boleh diurus ala kadarnya.
Apa kekhasan dan keunggulan TK Alifa Kids?
Alifa Kids menjadi sekolah pendidikan usia dini yang fokus dan percaya pada pentingnya pertumbuhan karakter dari dalam diri anak. Bukan digegas dengan berbagai kepentingan dan selera orang dewasa.
Karakter yang ingin dibangun di Alifa Kids adalah A.L.I.F.A (Amanah, Loyal pada Allah, Inisiatif, Fathonah, Adil). Semua rangkaian pembelajaran adalah dalam rangka menumbuhkan karakter diri ALIFA pada anak.
Keberadaan Alifa Kids sebagian besar hadir untuk para orang tua yang aktif berkegiatan. Daripada menghakimi para orang tua, Alifa Kids memilih untuk menjadi solusi atas kebutuhan mereka yang pastinya menginginkan tumbuh kembang anak mereka terjaga selama mereka berkegiatan.
Bagaimana perkembangan TK Alifa Kids hingga kini?
Hingga saat ini Alifa Kids sudah berjumlah 12 cabang yang tersebar di 3 kota: Pekanbaru, Palembang dan Bandung. Model pengembangan sebelumnya masih dalam manajemen kami. InsyaAllah 2018 ini Alifa Kids mulai melangkah membuka kerjasama dengan para mitra dalam bentuk franchise dengan standar internasional, bukan sekedar menjual merek. Kita ingin hal-hal baik yang sudah dilakukan 10 tahun ini diduplikasi di berbagai kota di Indonesia.
Bentuk kerjasama ini membantu calon mitra yang mempunyai minat dalam bidang pendidikan dan ingin memulainya secara profesional tanpa perlu melangkah dari nol dengan sistem dan pendampingan penuh yang telah kami siapkan.
Strategi marketing apa yang digunakan untuk mengembangkan Alifa Kids?
Kekuatan di jasa pendidikan adalah kepuasan pelanggan dan pemenuhan atas janji yang diberikan. Demikian juga dengan apa yang Alifa Kids rasakan di 10 tahun ini. Siswa datang dari referensi para orang tua yang telah menjadi bagian dari Alifa Kids.
Alifa Kids juga memanfaatkan media online berupa website dan media sosial dalam berinteraksi dengan calon konsumen. Teknologi sangat membantu menyebarkan apa saja yang Alifa Kids miliki dan yakini, sehingga dapat menjangkau orang tua yang sudah merasa satu visi dengan Alifa Kids.
Kisah suka dan duka apa yang Mba Vivi alami selama membangun bisnis?
Hal yang paling menantang adalah pengelolaan SDM, terutama guru. Ini saya temukan sejak pertama kali menjalankan usaha ini. Saya menemukan bahwa kesadaran pendidik untuk bekerja profesional itu masih perlu ditumbuhkan. Menjadi seorang pendidik artinya adalah pilihan untuk belajar seumur hidup. Menjadi pendidik bukanlah pihak yang sudah tahu segalanya.
Mengajak rekan-rekan pendidik agar menjadi sosok yang terus relevan di mata anak didik dan orang tua benar-benar menantang. Ini sekaligus menjadi misi penting yang membuat Alifa Kids ingin menjadi bagian dari penggerak perubahan di pendidikan Indonesia.
Tantangan lainnya adalah mengajak orang tua untuk mengembalikan apa esensi pendidikan usia dini. Hal ini jadi penting di tengah tekanan orang tua untuk memiliki anak yang berprestasi secara akademis. Kita harus sama-sama sepakat bahwa prestasi bukan sebatas menang lombang, banyak piala, dan berada di panggung.
Ke depan, apa rencana Vivi untuk Alifa Kids?
InsyaAllah dengan hadir di Pulau Jawa, terbuka kesempatan untuk lebih mudah mengakses ilmu dan sumberdaya agar Alifa Kids bisa terus berbenah. Kami juga mengembangkan model kerjasama kemitraan franchise ini di beberapa kota sembari menemukan mitra-mitra yang bersedia bekerjasama jangka panjang dan menjalankan sistem yang sudah kami siapkan. Develop the new educationpreneur, InsyaAllah.
Selain mengelola Alifa Kids, Mba Vivi saat ini tergabung dalam tim business coach juga ya?
Saya banyak dibantu dan belajar dari berbagai komunitas. Salah satu yang saya dapatkan adalah kemampuan coaching membuat saya percaya bahwa manusia berdaya. Kemampuan yang juga dengan serius saya pelajari dan mendapat sertifikasi dari salah satu lembaga coaching yang besar di Indonesia. Dalam kelompok/ komunitas bisnis, kemampuan ini menjadi modal untuk sesama UKM saling memberdayakan dan sangat menyenangkan.
Dengan kesibukan mengurus bisnis, bagaimana Mba Vivi membagi waktu dengan suami dan dua orang anak Alifa Taqiya (10) & M. Faiq Alfatih (5)?
Suami saya, Satria Putra, turut aktif dalam usaha ini. Kami berdua ada dalam struktur tim kerja Alifa Kids. Kami bekerja dan digaji secara profesional. Di satu sisi, seru ketika suami menjadi partner kerja. Namun di sisi lain, kadang di rumah pun kami masih berdiskusi soal pekerjaan. Status sebagai partner kerja dan partner hidup pun kadang rancu. ☺
Saya percaya bahwa tak ada hidup yang seimbang, melainkan hidup dengan berbagai pilihan serta bertanggungjawab dengan pilihan tersebut. Akan ada sesi yang menjadi haknya keluarga, maka pekerjaan menunggu. Sebaliknya ada sesi di mana fokus saya di pekerjaan maka keluarga yang menunggu.
Anak-anak juga diberikan penjelasan tentang hal ini agar mereka tetap sadar bahwa kami mencintai mereka di tengah tanggung jawab menjalankan pekerjaan. Saya percaya bahwa apapun jenis pekerjaannya, kita hanya akan tampil terbaik jika pekerjaan tersebut dikerjakan dengan kehadiran lahir batin dan tanpa rasa bersalah.
Apa pesan Vivi untuk pembaca QM yang ingin membangun bisnis?
Membangun bisnis adalah sebuah pilihan. Di belakang pilihan, ada tanggung jawab yang melekat. Berbisnislah bukan karena tren ataupun merasa berada di posisi yang lebih berharga ketimbang peran lainnya. Peran terbaik adalah peran yang dilakukan dengan tanggung jawab 100%.
Siapapun yang memilih menjadi pebisnis sejatinya sedang memutuskan menjadi “pelayan” bagi orang lain: bagi tim, konsumen, dan negara. Ada kondisi mental dan kesadaran yang perlu dipersiapkan dengan rasional. Menjadi pebisnis juga merupakan peran dengan tanggung jawab untuk mau belajar berkali-kali lipat dibanding peran lain, menjadi pembelajar sejati. Karena kesalahan kecil bisa berdampak besar.
Inspiratif sekali cerita Vivi dalam membangun dan membesarkan TK Alifa Kids. Ternyata jadi pebisnis itu menuntut kita untuk terus belajar, menjadi pembelajar sejati. Terima kasih sudah berbagi inspirasi Vivi!
Fransisca Emi | Financial Trainer
***
Menabung 90% Penghasilan untuk Dana Pensiun, Sanggupkah?
Beberapa tahun terakhir ini QM Financial memfokuskan diri pada pelatihan untuk persiapan pensiun. Kenapa? Karena kita khawatir orang Indonesia tidak siap pensiun. Tujuan finansial dana pensiun merupakan salah satu tujuan terpenting namun kurang dipersiapkan dengan baik. Dari pelatihan keuangan untuk persiapan pensiun yang dilakukan, kami mendapati banyak sekali orang, terutama karyawan yang menggantungkan kesejahteraannya kepada perusahaan. Padahal kesejahteraan itu adalah tanggung jawab kita masing-masing lho!
Setiap orang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan pribadi dan keluarganya. Yang harus disadari, kebutuhan dana pensiun kita besar sekali. Tidak cukup kalau hanya mengandalkan dana pensiun dari kantor atau dana pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan yang dulu dikenal sebagai Jamsostek.
Biasanya apa reaksi kita untuk memenuhi target dana pensiun yang besar tersebut? Menabung! Memangnya cukup menabung untuk dana pensiun? Bisa! Tapi kamu harus menabung dalam jumlah raksasa. Inilah yang dilakukan oleh ayah dari CEO QM Financial, Ligwina Hananto. Beliau adalah seorang lulusan teknik pertambangan dan bekerja di sebuah pertambangan di Sorowako, Sulawesi. Ligwina dan adiknya menjalani masa kecil yang indah di Sorowako. Untuk mempersiapkan dana pendidikan dan dana pensiun, beliau menabung 90% dari penghasilannya. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar biaya hidup ditanggung oleh kantor. Selain itu, lokasi yang jauh dari kota menjadikan akses keluar masuk barang terbatas. Punya uang pun tidak bisa belanja, karena tidak ada yang bisa dibeli ☺
Sekarang, coba tanyakan ke diri sendiri. Sanggupkah kamu menabung 90% dari penghasilanmu untuk dana pensiun? Kamu harus hidup hemat. Hemat dengan cara yang ekstrem. Sanggup? Nggak kan? Nah! Kalau kita sadar tidak sanggup menabung dalam jumlah raksasa setiap bulannya kita harus berani mengambil risiko dengan berinvestasi.
Menghitung kebutuhan dana pensiun
Coba kita hitung angkanya ya. Kita asumsikan usia kamu saat ini 30 tahun dengan pengeluaran bulanan Rp2.000.000 per bulan. Kamu berencana pensiun di usia 55 tahun dengan usia harapan hidup hingga 75 tahun.
Dengan asumsi inflasi 5.5%, biaya hidup Rp2.000.000 per bulan di tahun ini akan menjadi Rp11.500.000 saat memasuki usia pensiun nanti. Kebutuhan biaya pensiun selama 20 tahun akan menjadi Rp2,3M. Itu kalau pengeluaran per bulannya Rp2.000.000 ya. Untuk yang pengeluaran bulanannya Rp10.000.000, sila dikalikan 5. Perlu dicatat bahwa angka-angka ini merupakan simulasi yang dibuat berdasarkan asumsi (inflasi, pengeluaran, usia). Jika asumsi berubah, angka kebutuhan pensiun pun berubah.
Menabung vs Investasi
Kita bandingkan kalau kita hanya menabung untuk dana pensiun. Kalau menabung Rp1juta per bulan selama 25 tahun ke depan, kamu pasti akan dapat Rp300.000.000. Tapi tadi kan kita sudah menghitung kebutuhan dana pensiunnya Rp2,3M. Gak cukup dong! Jadi kalau kamu hanya nabung untuk dana pensiun, kamu akan berhadapan dengan satu risiko: risiko gak pensiun ☺
Untuk mencapai dana pensiun 2.3M dalam waktu 25 tahun, kamu perlu menabung Rp7.700.000 per bulan. Sanggup gak? Kalau gak sanggup, ambil resiko dengan investasi.
Untuk mencapai dana pensiun 2,3M kamu bisa berinvestasi sebesar Rp700.000 di produk dengan imbal hasil 15% per tahun.
Jadi pilih mana: menabung Rp7.700.000 per bulan atau investasi Rp700.000 per bulan?
Your money, your choice, your responsibility.
Fransisca Emi / Financial Trainer
Pensiun Tanpa Aset Aktif, Mungkinkah?
Bicara soal pensiun, kita bisa belajar dari orang terdekat. Kalau kamu seperti saya yang saat ini memasuki usia kepala tiga #anaklama, kemungkinan besar orang tuamu sudah memasuki usia pensiun. Bagaimana kondisi pensiun mereka? Apakah mereka pensiun dengan sejahtera atau sederhana?
Kedua orang tua saya adalah pensiunan PNS. Mereka termasuk golongan lama yang menganut paham: lebih baik menjadi PNS, gaji secukupnya yang penting mendapatkan tunjangan pensiun setiap bulan. Namun, keempat anaknya tidak berpendapat sama, kami memilih menjadi karyawan swasta.
Kedua orang tua saya mengandalkan penghasilan semasa pensiun dari pensiunan bulanan sebagai PNS. Mereka tidak mempunyai aset aktif yang bisa memberikan penghasilan pasif. Namun demikian, orang tua saya tetap bisa hidup nyaman tanpa kekurangan suatu apapun. Mereka masih bisa makan enak tiga kali sehari, tak kesulitan berkunjung ke rumah saudara di luar kota, juga mampu membelikan makanan, mainan, maupun memberi uang saku untuk cucu-cucunya.
Tak seperti millenials yang hobi liburan, orang tua saya tidak mempunyai kebutuhan dana liburan. Bagi mereka, liburan ke luar kota itu artinya mengunjungi rumah saudara untuk suatu acara, bisa pernikahan, kelahiran, saat hari raya; dan berziarah ke tempat ziarah rohani. Pergi ke tempat wisata sifatnya hanya mampir saja sebagai pelengkap, bukan tujuan utama.
Aset yang mereka miliki kebanyakan adalah aset pasif, berupa rumah, tanah, sawah, dan pekarangan. Meskipun punya rumah yang tak ditinggali, namun karena merupakan rumah tabon (rumah peninggalan orang tua), rumah ini tak boleh dijual; disewakan pun sayang. Sawah sebenarnya bisa menghasilkan beras yang jumlahnya melebihi kebutuhan konsumsi. Namun mereka memilih untuk membaginya ke anak-anak daripada menjualnya. Tanah saat ini masih ditanami pohon jati, belum ada intensi untuk memanfaatkannya menjadi aset yang menghasilkan. Sedangkan pekarangan dimanfaatkan untuk kolam ikan gurami, memelihara ayam & itik, serta menanam buah-buahan dan sayuran. Dengan gaya hidup yang tergolong sederhana, walaupun tanpa aset aktif, mereka bisa pensiun dengan nyaman. Ahh, nikmatnya tinggal di desa.
Orang tua saya bisa pensiun nyaman tanpa aset aktif karena tinggal di desa dengan gaya hidup yang sederhana. Bagaimana dengan saya? Generasi saya tentunya memiliki gaya hidup yang berbeda. Tinggal di daerah suburban dengan luas lahan yang terbatas, semua kebutuhan rumah tangga harus beli, tak bisa mengandalkan sawah dan ladang sendiri. Demikian juga dengan kebutuhan dana liburan. Belum lagi keinginan untuk berkontribusi dalam kegiatan sosial. Dengan gaya hidup yang lebih tinggi, saya sadar tak bisa pensiun dengan nyaman tanpa aset aktif.
Agar bisa menikmati gaya hidup yang sama hingga pensiun nanti, saya harus mulai membangun aset aktif yang nantinya bisa memberikan penghasilan pasif. Ada tiga macam aset aktif yang bisa dipilih: bisnis, surat berharga, dan properti. Aset aktif yang baik adalah kombinasi yang imbang dari ketiganya. Secara pribadi saya merasa belum siap mental membangun bisnis sendiri. Untuk berinvestasi di properti pun butuh modal yang tidak sedikit. Karena itu, saat ini saya memilih untuk mulai membangun aset aktif dengan surat berharga. Ke depan saya punya mimpi membangun bisnis coworking space dengan memanfaatkan properti yang saat ini ‘nganggur’. Semoga segera terwujud ya!
Baca juga: Khawatir Gak Siap Pensiun? Kumpulin Aset Aktif Yuk!
Ini #ceritapensiunku, bagaimana denganmu? Kombinasi aset aktif seperti apa yang kamu rencanakan? Yuk! Mulai rencana membangun aset aktif untuk mewujudkan pensiun sejahtera!
Fransisca Emi | Financial Trainer
Rencana Bisnis: Apa, Siapa dan Bagaimana
Biasanya saat membuat workshop khusus bisnis, lead trainer Ligwina Hananto akan memulai dengan pertanyaan APA, SIAPA, & BAGAIMANA. Ini penting karena banyak orang memulai bisnis dari dagang. Atau mulai karena itulah yang dia tahu. Tak jadi masalah, yang penting mulai dulu. Namun dengan berkembangnya usaha, kegiatan dagang ini perlu naik kelas jadi bisnis.
Suatu bisnis harus punya rencana. Rencana bisnis harus bisa menjawab tiga pertanyaan berikut: APA, SIAPA, & BAGAIMANA. Mari kita bahas satu per satu!
APA
Masalah hidup apa yang sedang kamu cari solusinya? Orang tidak akan peduli kita bisa bikin apa. Yang penting adalah hidup si pembeli, bukan kehebatan si penjual. Ada yang sudah mulai garuk-garuk kepala?
Contoh sederhana tentang berjualan mie rebus. Ada solusi yang berbeda untuk masalah yang berbeda pula. Masalah pertama: butuh tempat nongkrong 24 jam bersama teman-teman. Solusi: bikin warung mie rebus yang kekinian dan instagramable. Masalah kedua: lapar. Solusi: membuat warung mie yang enak banget dengan porsi mengenyangkan. Masalah ketiga: banyak orang tidak mengenal variasi rasa khas Indonesia. Solusi: bikin warung mie aneka rasa di pasar modern.
Ada masalah ada solusi. Jangan loncat dulu ke solusinya ya. Pastikan dulu masalahnya apa. Jangan-jangan kamu lagi halusinasi. Memberikan solusi padahal tidak ada masalahnya ☺
Dalam dunia bisnis ada satu prinsip yang harus dipegang. Tidak ada yang peduli dengan problem kita. Customer hanya peduli dengan problem mereka. Temukan problemnya, lalu tawarkan solusinya. Terlihat sederhana, padahal tidak. Coba cek bisnismu! Sudahkah bisnismu memberikan solusi untuk masalah yang dihadapi customer?
SIAPA
Setelah menjawab ‘APA’ saatnya melangkah ke pertanyaan kedua: siapa target customer-mu? Apakah masalah dan solusi apa tadi ada pembelinya? Adakah yang bersedia membayar untuk solusi yang kamu tawarkan? Gawat loh kalau ternyata user-nya cuma mau gratisan. Jadinya bukan bisnis tapi aksi sosial ☺
Jawaban standar untuk pertanyaan ‘SIAPA’ biasanya seperti ini: perempuan usia 15-45 tahun urban lifestyle. Ini pernyataan target market yang sangat luas. Coba kita bedah lagi ya. Perempuan yang seperti apa: remaja, ibu bekerja, ibu rumah tangga, ibu dengan anak remaja? Usia 15 & 45 tahun ini bedanya signifikan banget loh.
Biar pembahasannya lebih jelas, kita gunakan case study ya. Bisnis yang kita bahas adalah Kalung Sisi. Kalung Sisi adalah bisnis aksesoris buatan Korea untuk perempuan. Siapakah pembelinya? Jangan katanya-katanya ya. Cari data pembeli sungguhan dari database pelanggan. Misal pembelinya adalah Ana, Bella, dan Chacha. Anna, 26 tahun adalah seorang working woman yang memakai aksesori setiap hari. Chacha, 28 tahun adalah temen kantor Anna yang mengikuti gaya berbusana Anna. Sementara Bella, 36 tahun adalah seorang ibu rumah tangga yang sering posting dirinya datang ke pesta undangan perkawinan dengan gaun atau kebaya modern disertai aksesori.
Sudah tau siapa pembeli dari bisnismu? Bagaimana karakteristik mereka? Untuk target customer yang berbeda kita perlu ‘bicara’ dengan cara yang berbeda juga.
BAGAIMANA
Masalah sudah didefinisikan, solusi sudah ditemukan, karakteristik pembeli sudah didapat. Pertanyaan selanjutnya: bagaimana cara memperkenalkan barang atau jasa kepada pembeli? Kalau sudah tahu karakteristik pembeli, kita tahu di mana bisa menemukan mereka dan mencari cara yang tepat untuk menawarkan barang/jasa yang kita punyai.
Gimana? Sudah lebih jelas apa malah jadi makin bingung? Jangan biarkan bisnismu ‘mengalir’ apa adanya tanpa ada tujuan atau arahan. Yuk ikutan Financial Clinic Workshop Bisnis #FinClicBisnis, 19-20 April 2018 di Jakarta. Kamu bisa belajar membuat rencana bisnis dan menyusun strategi yang dimulai dari finansial. Daftar di sini atau whatsapp ke 0811 1500 688 (NITA).
Finance should be practical!
Fransisca Emi / Marketing